Skip to main content

Pertemuan Singkatlah yang Selalu Membekas (bagian 3)

.....................

Hari berikutnya, Raiya terpaksa tidak berangkat ke sekolah. Ia berpamitan kepada teman-teman guru, ia tidak hadir karena ada urusan penting. Ia tak menceritakan apa yang terjadi padanya. Namun ia tetap memakai seragam gurunya.

Sekitar pukul 9, Raiya pergi ke kantor kelurahan yang terletak di dekat sekolahnya dulu. Ia sudah mempersiapkan semua dokumen yang akan digunakan. Dari BPKB dan Kartu Keluarga untuk membuat surat pengantar.

Awal kali ia masuk ke kelurahan, ia merasa kecewa dengan pelayanan di kelurahannya. Ya menurutnya, lurah di desanya sangat sombong. Mungkin karena merasa punya jabatan di desanya. Mungkin juga lurah itu merasa kalau dia hebat, seusianya sudah bisa menjabat di kelurahan.

"Pak, mau minta surat pengantar." 

Sibuk dengan ponselnya, tak menggubris Raiya. Di sebelahnya, seorang bapak yang lebih tua dari lurah itu sedang sibuk dengan pekerjaannya. Beberapa menit kemudian, ia baru menjawab, "Ya, sama Pak Slamet itu."
"Buat apa, mbak ?" Pak Slamet bertanya dengan ramah.

"Surat pengantar kehilangan, pak."

"Ya. Bawa KK tidak ?"

"Bawa. Ini, pak." Raiya menyodorkan fotokopi KK miliknya.

"Ya. Sebentar, mbak. Saya selesaikan ini dulu. Di tunggu ya, mbak."

"Ya, pak. Terima kasih."

Raiya memilih duduk di depan meja Pak Slamet. Ia menunggu. Karena gilirannya masih lama, Raiya keluar untuk mencari udara segar. Kebetulan, ada tantenya di sekolah. Beliau sedang menunggui anaknya yang masih kelas 1 SD, tepatnya adik sepupu Raiya. Ia berfikir, 
'Daripada di depan pak lurah yang sombong, lebih baik keluar."

Raiya menemui tantenya. "Tan..!"

"Oh, eh, Raiya..! Apa yang kamu lakukan disini ?"

"Ke kelurahan, minta surat pengantar."

"Oh, karena yang kemarin itu. Yuuk, tante temenin kamu."

"Siap, tante. Makasih."

Akhirnya, tantenya menemaninya ke kelurahan. Ia memutuskan kembali, kalau-kalau Pak Slamet tadi sudah selesai, dan gilirannya datang. Tantenya mengikuti dari belakang.

Singkat cerita, Pak Slamet selesai membuatkannya surat pengantar. Beliau menyarankan, untuk KTP memang agak sulit karena blangkonya sudah habis. Tapi tetap diurus sampai kantor Capil. Raiya mengerti apa yang dijelaskan Pak Slamet.

"Terima kasih, pak."

Raiya dan tantenya berpamitan mengucapkan terima kasih. Mereka keluar dari kantor kelurahan. Kebetulan adik sepupunya sudah pulang. Raiya menawarkan tantenya untuk pulang bersamanya. Bahkan, tantenya ingin menemaninya ke polsek. Tapi Raiya menolak.

"Raiya, tante temani ya ke polseknya?"

"Nggak usah, tan. Aku bisa sendiri kok.. Lagipula tante juga mau masak, kan ?"

"Ya sudah. Yuk, pulang."

Raiya mengantar tante dan adik sepupunya pulang ke rumah. 

"Bener berani sendiri ke polsek ?" Tantenya agak kuatir. Beliau tau kalau Raiya masih sedih.

"Nggak apa-apa, tan. Lagian aku juga sudah besar. Harus berani."

Raiya masih merasa ada yang mengganjal di bawah matanya karena menangis kemarin. Kalau dilihat orang yang sudah sering melihatnya, mungkin agak sedikit aneh dengan matanya. Mungkin tantenya iba melihatnya.

"Ya sudah. Hati-hati ya.."

"Iya, tan. Makasih ya.."

"Iya, sama-sama. Semoga cepat beres."

Raiya pergi ke polsek sendiri. Ia tau, ia harus mulai mandiri. Awalnya saat di rumah, ia meminta ibunya untuk menemaninya. Tapi ibunya harus bekerja. Tidak mungkin beliau menemani Raiya. Raiya berfikir, mungkin memang aku harus sendiri. 

Sampai di polsek, ia memakirkan motornya di depan, yang membuatnya terlihat dari kaca dalam kantor. Ia sedikit takut dan malu. Karna kemarin ia datang dengan wajah yang aneh. Dan penampilan bapak-bapak polisi yang menurutnya mengerikan.

Sebelum sampai pintu kantor, Raiya berpapasan dengan seorang bapak polisi yang sering dilihatnya di pertigaan dekat rumahnya saat pagi hari. Beliau terlihat ramah. Tidak seperti yang lain. Tapi beliau hanya berjalan dan melihat Raiya sekilas, lalu pergi. Raiya masuk ke kantor. Kebetulan ada seorang bapak yang sedang melaporkan kehilangan KTP nya. Raiya disambut oleh dua bapak polisi yang ada di belakang meja panjang administrasi. Beliau-beliau sedang asyik menonton motor GP. 

"Gimana, mbak ?"

"Mau minta surat laporan kehilangan, pak."

"Ya, tunggu ya. Duduk dulu."

"Ya, pak."

Raiya duduk di bangku paling belakang. Ia duduk di belakang bapak yang sedang melaporkan KTP nya. Tepat di belakang meja administrasi, seorang polisi sibuk menanyai bapak tadi, dan mencatatnya. Ia sedikit melirik ke arah Raiya. Kemudian fokus lagi dengan pekerjaannya.

Raiya menunggu. Sambil melihat-lihat sekelilingnya. Ia bergumam dalam hati. Bapak- bapak polisi yang ada di belakang itu santai sekali. Memangnya tidak ada pekerjaan. Malah nonton GP. Raiya jadi teringat teman-teman kuliahnya yang setiap selesai kuliah menonton moto GP bersama. 

Sesekali Raiya melihat layar telefon genggamnya. Ada beberapa chat dari teman-teman gurunya. Menanyainya, kenapa tidak berangkat. Raiya hanya menjawab, ada sesuatu yang harus diurus. Itu saja. Ia berencana akan menceritakannya di sekolah, itu saja kalau ditanya. Kalau tidak, ya tidak. Paling hanya akan cerita dengan teman dekatnya.

Raiya melihat polisi yang sedang sibuk melayani bapak di depannya. Ia teringat kemarin, dan melihat name tag polisi itu. Ferdi Setiawan. Oh, ini polisi yang ramah kemarin, yang memberi taunya untuk meminta surat pengantar kelurahan. Ia bergumam. Sepertinya, polisi ini juga masih muda. Dan paling muda diantara bapak-bapak polisi yang ada dibelakangnya.

Huh, lama. Celetuk Raiya dalam hati. Ia melihat jam dinding di kantor itu. Sudah pukul 10.30. Padahal masih banyak yang harus diurus. Terutama KTP nya. Ia juga harus memberi les anak murid lesnya nanti.

Beberapa saat kemudian, bapak yang ada didepannya tadi beranjak dari tempat duduknya. Sambil berbicara kepada polisi tadi. Lalu, pergi. Kini tiba giliran Raiya. Ia segera maju ke bangku depan. Dan duduk berhadapan dengan polisi yang name tag nya ia baca tadi.

Polisi itu masih menulis. Kemudian, dia melihat Raiya dan bertanya.

"Gimana, mbak ?"

Raiya menyodorkan apa yang sudah ia bawa, yang sedari tadi ia pegang. Masih di dalam plastik. Ia mengeluarkan semua isinya.

bersambung...

Comments